Jumat, 31 Oktober 2014
Selasa, 21 Oktober 2014
FESTIVAL TEMBANG DOLANAN JAWA TENGAH
Festival tembang dolanan anak-anak yang berlangsung di gedung Ki
Narto Sabdo, Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Jl Sriwijaya, Semarang,
Rabu (22/10) dipadati pengunjung. Namun, mereka yang hadir sebagian
besar merupakan peserta, guru, pelatih, dan orang tua sebagai
pendampingnya.
Festival ini diikuti 14 peserta dari SD dan SMP di Kota Semarang
dan Kabupaten Kendal. Pada festival ini muncuk SDN Lamper Kidul 02 sebagai juara
pertama. SDN di Kecamatan Semarang Selatan yang meraih nilai tertinggi,
yakni 725 itu menampilkan tembang “Soyang”.
Tim dari SDN berani memainkan musik gamelan, berbeda dari peserta SMP
yang sebagian di antaranya hanya menampilkan gerak tari dan tembang
dolanan. Juara II dan III secara berturut-turut diraih SMPN 1 Limbangan
Kendal (718 poin) memainkan tembang “Menthok- Menthok” dan SDN Barusari
02 Semarang yang nembang “Gundhul-Gundhul Pacul” (702 poin).
Adapun, juara harapan I- III yaitu SDN Muktiharjo Kidul 01 Semarang
(698 poin), SD St Antonius I Semarang (690 poin), dan SMP 12 Semarang
(675 poin).
Ketua Panitia Festival Tembang Dolanan, Eny Haryanti S.Pd M.Pd mengatakan,
kegiatan ini untuk memfungsikan kembali tembang dolanan sebagai media
dan wahana penanaman pendidikan nilai budaya, serta memperkuat jatidiri
dalam rangka pembentukan karakter bangsa.
“Ini bentuk kegiatan positif untuk melestarikan budaya Jawa,
khususnya tembang dolanan yang mulai tergeser,” jelas Eny yang juga Kasi
Nilai Budaya, Bidang Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF), Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Jateng.Festival yang digelar Bidang NBSF, Dinbudpar Jateng itu memperebutkan
piala, piagam penghargaan, dan uang tunai sebesar Rp 6,75 juta. Tim
juri terdiri atas Irawan, Widodo BS, dan Kuswanto.
Festival ini dibuka dengan penampilan hiburan anak-anak TK Perdana,
Kelud, Sampangan. Mereka membawakan tembang “Kidang Talon” dan
“Gundhul- Gundhul Pacul” diiringi musik gamelan. Mereka cukup piawai
nembang dolanan dan memainkan gamelan, hingga diapresiasi oleh
penonton.
Seorang peserta festival asal SMP30 Semarang, Fitrizki Xena M
mengatakan, teknologi yang semakin berkembang dan maju mempengaruhi
ketertarikan remaja seusianya untuk melestarikan budaya. “Kemajuan
teknologi ini sisi positifnya memudahkan komunikasi antarteman dan
saudara, serta memudahkan mengakses informasi untuk meningkatkan
pengetahuan.
Sisi negatifnya, bisa kecanduan mengakses sosial media,’’ungkapnya.
Jika sudah kecanduan sosmed, imbasnya remaja bisa malas belajar,
termasuk mempelajari atau melestarikan budaya Jawa
Minggu, 19 Oktober 2014
SARASEHAN NASIONAL 2014
PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA
ESA
Yogyakarta, 13-17
Oktober 2014
"Peran Serta dan
Sumbangsih Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pembangunan
Karakter dan Penguatan Jati Diri Bangsa"
Pada tanggal 13-17 Oktober 2014 telah dilaksanakan Sarasehan
Nasional Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa, yang dilaksanakan oleh
Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembukaan Sarasehan Nasional dilakukan di Pagelaran Karaton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Pembukaan secara berurutan diawali dengan
menyanyikan lagu Indonesia Raya, laporan ketua panitia oleh Direktur Pembinaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Ditjen Kebudayaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Dra.Sri Hartini, M.Si), sambutan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah DIY
Yogyakarta, pembacaan deklarasi pembentukan wadah nasional organisasi Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang bernama Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia
disingkat Majelis Luhur oleh KP. Drs. Sulistyo Tirtokusumo,M.M., pelantikan pengurus
Majelis Luhur oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan
(Prof. Wiendu Nuryanti, M.Arch, Ph.D), dan pembukaan sarasehan nasional oleh Wakil
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian, penyajian materi oleh Key note speaker, Menteri Agama Republik
Indonesia, Drs. Lukman Saifuddin Zuhri, yang dibacakan oleh Prof. Achmad
Machasin, M.A., Ph.D (Staf Ahli Bidang Politik, Hukum dan HAM).
Penyajian materi oleh narasumber secara berurutan sebagai
berikut: Kebijakan Ditjen Kebudayaan dalam
Pengelolaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi (Direktur
Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Dra. Sri
Hartini, M.Si), Pemanfaatan Nilai-Nilai
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai rujukan Pembentukan Karakter
dan Jati Diri Bangsa oleh Drs. Bondan Gunawan (Praktisi), ‘Pemberdayaan Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa oleh Dr. Abd. Latif Bustami, M.Si (Akademisi) dan Inayat
Trahzen (Praktisi Kepercayaan Marapu), Pencitraan
Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa oleh Hertoto Basuki (Praktisi), Penguatan Organisasi Penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa oleh Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum
(Akademisi), Urgensi Penguatan Organisasi
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa oleh Prof. Dr Sri Hastanto, M.Kar
(Akademisi), Peran Strategis,Tantangan
dan Peluang Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa oleh Drs.
Nunus Supardi (Praktisi), dan Pengembangan
dan Penguatan Kapasitas Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa oleh Drs. Suko Sudarso; Peran
Negara dan pemerintah dalam pengelolaan organisasi Kemasyarakatan dalam konteks
pelayanan terhadap Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa oleh
Direktur Ketahanan Seni, Budaya, Agama, dan Kemasyarakatan Ditjen Kesbangpol
Kemendagri (Budi Prasetyo, SH. MM); Peran
Negara dan Pemerintah dalam Pelayanan Pencatatan Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa oleh Direktur Pencatatan Sipil Ditjen Kependudukan dan Catatan
Sipil Kemendagri dan Peran Negara dan Pemerintah
dalam Pengelolaan Kepercayaan Lokal di Indonesia oleh Kepala Balitbang
Kementerian Agama, Prof. Achmad Machasin, MA, Ph.D.
Metode kegiatan dilakukan dengan penyajian materi oleh
narasumber, tanya jawab interaktif, field
visit (kunjungan lapangan) ke Centre
for Religious and Crosscultural Studies,
Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) D.I. Yogyakarta, Paguyuban
Sumarah, Kerohanian Sapta Darma, dan Goa Lourdess Maria Sendang Sono. Peserta
dibagi ke dalam 3 (tiga) komisi secara representatif, yaitu Komisi Satu tentang
Penguatan Kapasitas Organisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa; Komisi
Dua tentang Eksistensi Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Komisi Tiga
tentang Pelayanan Negara dan Pemerintah terhadap Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, hasil sidang komisi itu didiskusikan di Tim
Perumus yang merupakan perwakilan dari organisasi penghayat, pemerintah daerah,
Balai Pelestarian Nilai Budaya, perguruan tinggi dan Direktorat Pembinaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, yang selanjutnya disajikan
pada sidang pleno sarasehan untuk menyempurnakan rumusan hasil sarasehan.
Peserta sarasehan sebanyak 250 orang terdiri atas pengurus organisasi penghayat
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang aktif, Ditjen Kesbangpol dan
Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Agama, Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang membidangi kebudayaan, Balai
Pelestaraian Nilai Budaya, Lembaga Swadaya Masyarakat yang memperjuangkan
hak-hak sipil Penghayat, dan Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Proporsi peserta
dianalisis dari jenis kelamin menunjukkan bahwa laki-laki sebanyak 85 persen
dan 15 persen perempuan. Peserta yang berasal dari generasi muda relatif
sedikit sebesar 10 persen.
Berdasarkan laporan Ketua Panitia, sambutan Gubernur DI
Yogyakarta, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pidato Menteri Agama Republik
Indonesia, paparan narasumber, kunjungan lapangan, diskusi interaktif, sidang
Tim Perumus dan sidang pleno, maka dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
Hasil:
- Penghayat kepercayaan memperjuangkan 4 (empat) konsensus dasar, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
- Hak Penghayat sebagai warga negara Indonesia sebagian besar telah dipenuhi sebagaimana yang dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Realitasnya masih membutuhkan perjuangan dan kebersamaan Penghayat.
- Penghayat telah berperan serta dan memberikan sumbangsih yang nyata dalam tahapan persiapan kemerdekaan, perjuangan menegakkan NKRI, dan mengisi pembangunan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Dinamika perubahan sosial budaya yang disebabkan oleh globalisasi telah menimbulkan krisis multi dimensional yang membutuhkan komitmen Penghayat untuk memberikan kontribusi nyata dan solusi bagi pembangunan karakter serta penguatan jati diri bangsa Indonesia.
- Penghayat memiliki kelemahan dalam kodifikasi ajaran, penguatan kelembagaan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
- Peserta sarasehan mendukung terbentuknya Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia sebagai wadah nasional dalam memperjuangkan hak-hak Penghayat dan meningkatkan nilai-nilai luhur spiritual bangsa dalam rangka pembangunan karakter dan penguatan jati diri bangsa Indonesia.
KOMISI I
“KEORGANISASIAN
(PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN)”
NO
|
PERMASALAHAN
|
SOLUSI
|
REKOMENDASI
|
1
|
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Majelis Luhur belum
tersosialisasikan secara menyeluruh kepada
seluruh peserta Sarasehan Nasional
|
Masing-masing peserta
Sarasehan Nasional memperoleh AD/ART Majelis Luhur
|
Sosialisasi Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia ke warga penghayat
kepercayaan
|
2
|
Belum terbentuknya Kepengurusan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia
di wilayah
|
a.
Segera dibentuk kepengurusan di setiap
tingkatan
b. Tahun
2014 segera dibentuk kepengurusan di tingkat Provinsi
c. Tahun
2015 harus sudah terbentuk kepengurusan di tingkat kabupaten/kota
|
Semua organisasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkomitmen untuk bekerjasama membentuk Majelis Luhur
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa Indonesia di tingkat wilayah masing-masing
|
3
|
Kualitas Sumber Daya Manusia lemah
|
a. Peningkatan
kualitas SDM
b. Pembinaan
Manajemen Kelembagaan
c. Pengarusutamaan
Gender (gender mainstreaming)
d. Inisiasi
organisasi generasi muda penghayat dalam rangka Pembinaan Generasi Muda
|
a.
Pendidikan dan Pelatihan secara berkala
b.
Apresiasi terhadap organisasi yang berhasil
meningkatkan kualitas SDM
c.
Meningkatkan keperansertaan perempuan ke
dalam kepengurusan dan kegiatan organisasi
d.
Terbentuknya organisasi generasi muda
penghayat
|
4
|
Lemahnya Kemitraan
Penghayat dengan Stakeholder
(pemerintah, perguruan tinggi, swasta, LSM, lembaga internasional)
|
a. Menjadi
mitra pemerintah dan DPR/D, Perguruan Tinggi, swasta, LSM,
dan lembaga internasional
b. Memperluas
jejaring dengan pemangku kepentingan
|
a.
Keperansertaan Majelis Luhur dalam
pembangunan di wilayah masing-masing
b.
Pemangku kepentingan diikutsertakan dalam
kegiatan-kegiatan Majelis Luhur
|
5
|
Kurangnya pemahaman dalam
pengelolaan organisasi
|
a. Sosialisasi
b. Pendidikan
dan Pelatihan
c. Workshop
d. Dialog
|
a. Pelibatan
anggota Majelis
Luhur dalam peningkatan kapasitas pengelolaan organisasi
b. Peningkatan
keterampilan SDM dalam penguasaan teknologi informasi
|
6
|
Lemahnya inventarisasi Organisasi
|
a. Pendataan
Organisasi
b. Tersedianya
database nasional organisasi
penghayat kepercayaan nasional
|
a.
Pemutakhiran database (pangkalan data)
organisasi
b.
Pengembangan sistem informasi database
organisasi
|
7
|
Eksistensi HPK dan BKOK
|
Meningkatkan komunikasi dengan pengurus HPK
dan BKOK
|
Sosialisasi oleh peserta sarasehan nasional ke dalam forum-forum
formal dan informal yang diselenggarakan oleh HPK dan BKOK
|
KOMISI II
“EKSISTENSI KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN
YANG MAHA ESA”
(REGENERASI, PROGRAM PENGHAYAT, DAN
AKTUALISASI NILAI-NILAI AJARAN)
PERMASALAHAN
|
SOLUSI
|
REKOMENDASI
|
1.
Kurangnya
sosialisasi tentang ajaran kepercayaan terhadap Tuhan YME
2.
Lemahnya
sistem pewarisan ajaran dari sesepuh ke generasi selanjutnya
3.
Rendahnya minat generasi muda Penghayat untuk berperan
serta dalam pelestarian ajaran Kepercayaan karena pencitraan yang relatif
kurang baik.
4.
Belum
adanya suatu wadah yang khusus
menampung aktifitas generasi muda penghayat
5. Kurangnya
pelatih/ fasilitator/Juru
penerang tentang kepercayaan dari kalangan generasi muda penghayat kepercayaan
6.
Belum
adanya wadah untuk kegiatan khusus perempuan
penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
7.
Belum
diikutsertakannya
penghayat kepercayaan secara formal dalam proses
pembangunan karakter dan penguatan jati diri bangsa
|
1. Adanya tuntunan yang jelas mengenai esensi
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam bahasa yang mudah diterima
oleh generasi muda dan masyarakat.
2. Adanya kebersamaan pola pikir para
senior/sesepuh untuk mewariskan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai Pancasila
3. Dilaksanakannya ajaran Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui sarasehan, dialog, lokakarya, seminar, seni, budaya
dan olahraga
4. Menyiapkan kader-kader pelatih/juru
penerang/Asesor/Penilai
generasi muda
penghayat kepercayaan yang kompeten melalui workshop dan assessment/penilaian
5. Revitalisasi kearifan lokal dan
nilai nilai luhur sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan untuk pembangunan karakter dan penguatan jati diri
bangsa.
|
1. Perlunya disusun tuntunan ajaran kepercayaan melalui bahasa yang mudah
diterima oleh generasi muda dan masyarakat.
2. Dibentuk organisasi kepemudaan
penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
3. Dibentuk organisasi perempuan penghayat kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Penguatan fungsi dan peran keluarga
penghayat untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur sejak usia dini
5. Fasilitasi penataran calon-calon
pelatih/juru penerang/Assesor* pemuda-pemudi penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
6. Menjadikan kearifan lokal dan nilai
nilai luhur sebagai mata pelajaran
di lembaga pendidikan untuk
pembangunan karakter dan penguatan jati diri bangsa.
7. Melakukan koordinasi dengan BPNB (Balai
Pelestarian Nilai Budaya) di
masing-masing daerah untuk pengembangan inti ajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
|
*) Termasuk
guru, dosen, pakar, dan lain-lain yang memiliki kompetensi sebagai pendidik dan/atau
penilai
KOMISI III
“PELAYANAN NEGARA DAN PEMERINTAH KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA”
PERMASALAHAN
|
SOLUSI
|
REKOMENDASI
|
1.
Peserta
didik penghayat diwajibkan mengikuti pelajaran agama yang ada di sekolah
2.
Terhambatnya
regenerasi terhadap generasi penerus
3.
Masih
adanya kesenjangan pemahaman aparat
pemerintah pusat dan daerah terkait
dengan eksistensi penghayat
4.
Belum
terjamin rasa aman bagi penghayat dalam kehidupan sehari-hari
5.
Masih
ada perundangan yang belum mengakomodasi para penghayat
6.
Masih
adanya daerah
yang belum memberikan pelayanan secara
optimal terhadap organisasi penghayat
7.
Peraturan
perundangan yang disediakan bagi penghayat kepercayaan dalam prakteknya masih
ada kendala dan hambatan contoh : pemakaman, perkawinan dll
8.
Masih
ada pandangan bahwa kedudukan kepercayaan tehadap Tuhan Yang Maha Esa lebih
rendah dari Agama
9.
Masih
ada persepsi bahwa Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa bersumber atau pecahan dari agama ( Islam, Kristen, Katolik, Budha ,
Hindu dan Konghucu ), sehingga muncul
pendap at harus kembali pada induk agamanya
10. Kebijakan pengaturan identitas penghayat kepercayaan yang dikeluarkan oleh
Kemendagri belum tersosialisasi kepada penyelenggara Negara lainnya contoh:
pilihan identitas pada data murid sistem online dikembangkan oleh Kemendikbud tidak
mengakomodasi peserta didik dari pernghayat , dalam penerimaan CPNS (Calon
Pegawai Negeri Sipil) sistem online tidak ada kolom yang disediakan untuk penghayat
|
1. Ada pelajaran khusus
tentang Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi peserta didik penghayat sesuai
dengan keyakinannya
2.
Adanya
pemberdayaan terhadap generasi muda pengahayat
3. Adanya sosilisasi yang lebih
intensif dan dilakuan secara berkala baik di tingkat pusat maupun daerah
4. Pemerintah harus memberikan
pelindungan hukum pada para penghayat
5. Pemenuhan peraturan perundangan yang
mengakomodasi para penghayat
6. Bagi pemerintah daerah yang belum melaksanakan pelayanan agar
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundangan
7. S.d. a
8. Upaya meningkatkan pemahaman bagi masyarakat umum dan penyelenggara Negara tentang
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
9. S.d.a.
10. Penyebarluasan (desiminasi) peraturan perundangan yang terkait dengan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan penyelenggara Negara baik secara vertikal
maupun horizontal
|
1. Diterbitkan Permendikbud atau Surat
Edaran Mendikbud terkait dengan sistem pelaksanaan pendidikan keagamaan bagi
peserta didik dari penghayat dengan Pendidikan Kepercayaan
2.
a.
Meningkatkan keterlibatan generasi
muda penghayat dalam kegiatan skala nasional/ internasional
b.
Mengembangkan kegiatan-kegiatan
kreatif dan inovatif terkait dengan kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
c.
Meningkatkan dan mengembangkan
jaringan kerjasama dengan pemangku kepentingan (pemerintah, LSM, perguruan
tinggi, swasta dan lembaga internasional).
3. Dibentuknya bidang/bagian
khusus yang menangani
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di kabupaten/kota
dan provinsi
4. Meningkatkan advokasi bagi penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dari pusat sampai dengan daerah kabupaten/ kota dan provinsi
5. mendorong revisi/peninjauan/ judicial review peraturan-perundangan
yang belum mengakomodasi kepentingan penghayat.
6. Menerbitkan juknis pelaksanaan
pelayanan terhadap penghayat Kepercayaan serta mengawal implementasinya
7. S.d. a.
8.
a.
Mengembangkan program dan kegiatan tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa melalui media cetak dan media elektronik yang difasilitasi
pemerintah secara berkala
b.
Perlu
adanya buku Profil tentang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
9. S.d.a.
10. Pemerintah meningkatkan desiminasi peraturan perundangan yang
terkait dengan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan penyelenggara Negara baik
secara vertikal maupun horizontal
|
Yogyakarta, 17 Oktober 2014
Tim Perumus
- Dr. Abd. Latif Bustami,M.Si (Akademisi)
- Ir.Engkus Ruswana, MM (Organisasi Budi Daya)
- Deddy M. Adipradja, (Aliran Kebatinan Perjalanan)
- Dra. Wigati (Kasubdit Kelembagaan Kepercayaan Dit.PKT)
- Drs. Sri Guritno (Kasubdit Komunitas Kepercayaan Dit.PKT)
- Dra. Christriyati Ariani, M.Hum (Kepala BPNB Yogyakarta)
- Drs. Toto Sucipto (Kepala BPNB Bandung)
Langganan:
Postingan (Atom)