Jumat, 27 Maret 2015
Selasa, 17 Maret 2015
NGASA, UPACARA TRADISI DI KAMPUNG BUDAYA JALAWASTU SEBAGAI SALAH SATU ASET BUDAYA DI KABUPATEN BREBES
Dengan wajah berseri, mereka melewati Jembatan Zubaedah bergegas menuju Pesarean Gedong. Sesampainya di sana, beberapa lelaki menggelar tikar. Dan ibu-ibu itupun menaruh makanan di atas tikar secara berjajar. Lelaki tua yang disebut juru kunci Pesarean Gedong Makmur, beserta tetua lainnya dengan berpakaian putih-putih menyusul dibelakang rombongan ibu-ibu pembawa makanan.
Upacara adat Ngasa ini telah dilaksanakan oleh warga secara
turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Upacara ini sebagai simbol
tanda terimakasih kepada Tuhan yang maha kuasa atas segala nikmat yang
telah dikaruniakan. “Seperti di daerah pantai ada sedekah laut, di
tengah-tengah ada sedekah bumi. Kami yang disini boleh dikata sebagai
sedekah gunung,” ujar Dastam.
Upacara adat ini digelar setiap Selasa Kliwon pada Mangsa Kesanga.
Gelaran Ngasa ini diadakan dalam kurun satu tahun sekali. Kali pertama,
Ngasta digelar sejak masa pemerintahan Bupati Brebes IX Raden Arya
Candra Negara.
Yang unik di Dukuh Jalawastu, seluruh rumah yang dibangun semua
berdinding kayu dan beratap seng. Rumahnya tidak boleh menggunakan atap
genting dan tidak bersemen atau keramik. Selain itu berpantang menanam
bawang merah meski Brebes merupakan komoditas utama penghasil bawang
merah. Juga tidak boleh menanam kedelai serta memelihara kerbau, domba
dan angsa. “Bila yang melanggar maka ada bencana yang menimpa pula,” ungkapnya.
Upacara Tradisi Ngasa kali ini dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah yang diwakili Kasi Nilai Budaya bidang Nilai Budaya Seni dan Film Eny Haryanti S.Pd, M.Pd, Bupati Brebes Hj. Idza Priyanti SE beserta Bapak Kompol Drs. H. Warsidin, Kepala Bagian Humas dan Protokol Drs Atmo Tan Sidik, Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes, Ir Gatot Rudianto, Camat Ketanggungan, Kepala Desa Cisereuh, Para kepala desa tetangga dan perangkatnya, serta beberapa awak media baik media cetak maupun elektronik.
Sabtu, 14 Maret 2015
PENGAMALAN PENGHAYATAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DI PADEPOKAN WULAN TUMANGGAL
Setelah upacara pembukaan selesai dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh beberapa nara sumber. Berikut beberapa paparan materi yang terdiri dari :
- “Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terhadap Pelayanan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, dengan penyaji Drs. Budiyanto, S.H. M. Hum. – Kepala Bidang Nilai Budaya, Seni dan Film mewakilii Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
- “Pelaksanaan Ajaran Nilai-nilai Luhur dalam Kehidupan Bermasyarakat”, dengan penyaji : Romo Guru KRA. Suryaningrat II - Pembina Perguruan Trijaya Padepokan Argasonya Pusat Tegal - Organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Tegal.
- “Toleransi Keberagaman Suku, Adat, Ras, Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, dengan penyaji : Dra. Suyamni,M.Hum. – Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
- “Kontribusi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pembangunan Bangsa”, dengan penyaji : Widodo Brotosejati,S.Sn. M.Sn - Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang
- “Partisipasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pembangunan Mental Spiritual Bangsa”, dengan penyaji : Dra. Suspriyanti, M.M. - Kepala dinas Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Tegal.
- “Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah”, dengan penyaji : Drs. Sutopo, M. Pd. – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
Dari beberapa materi yang disampaikan oleh para nara sumber, ada hal menarik yang perlu menjadi perhatian oleh kita semua. Apa yang disampaikan oleh Romo Guru KRA Suryaningrat II bahwa dari sekian banyaknya pitutur luhur yang ada di bumi nusantara sebagai peninggalan nenek moyang, dapat dirumuskan menjadi 7(tujuh) pitutur luhur yang dinamakan sebagai "Jiwa Nusantara", diantaranya sebagai berikut :
Dengan mendengarkan beberapa saran, masukan, dan hasil tanya jawab antara peserta dengan narasumber, menghasilkan beberapa rumusan sebagai berikut :
- Bersujud Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Berbudi pekerti luhur.
- Saling menghormati
- Rela berkorban.
- Gotong Royong.
- Bangga sebagai bangsa Indonesia.
- Bersatu.
Dengan mendengarkan beberapa saran, masukan, dan hasil tanya jawab antara peserta dengan narasumber, menghasilkan beberapa rumusan sebagai berikut :
- Pengamalan Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dimanfaatkan/diberdayakan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Eks Karesidenan Pekalongan untuk mengingatkan kembali peran serta Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam pembangunan mental spiritual bangsa.
- Pelaksaaan Pengamalan Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dimanfaatkan untuk saling tukar informasi antar organisasi penghayat mengenai dinamika kehidupan beroganisasi dan bermasyarakat.
- Pelaksanaan Pengamalan Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memberi manfaat bagi organisasi penghayat untuk membuka wawasan akan dampak globalisasi dan bersikap arif dalam pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa
- Pengamalan Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat ditindaklanjuti di masing-masing Kabupaten/Kota dan untuk Provinsi perlu melanjutkan kegiatan yang sama di wilayah eks-Karesidenan lain.
- Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti Luhur agar ditingkatkan lagi dari pendidikan dasar sampai ketingkat lanjut baik peserta didik maupun tenaga pendidik.
- Mengimplementasikan nilai budaya luhur bangsa secara sadar dan terus menerus dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara oleh segenap warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME dan pemerintah dari tingkat pusat sampai tingkat desa sebagai suri tauladan bagi segenap warga negara Indonesia.
- Pemerintah agar kiranya memfasilitasi kepada organisasi kepercayaan baik organisasi kepercayaan ditingkat pusat sampai tingkat kabupaten/kota untuk pengadaan alat-alat musik tradisional sebagai sarana organisasi kepercayaan dalam upaya melestarikan seni dan budaya yang bersumber dari hasil karya para leluhur atau nenek moyang.
Langganan:
Postingan (Atom)