Dalam rangka untuk melestarikan budaya tradisional jawa, Dinas Kebudayaan Pariwisata
Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Klaten, Jawa Tengah, menggelar
festival dalang anak di Joglo Monumen Juang 1945 Klaten Utara, kemarin (8/6)
Sejumlah anak berusia 6- 12 tahun ikuti festival dalang cilik di
Monumen juang 45 Klaten yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Klaten,
Senin(8/6/).
Festival
dalang anak yang diikuti 10 peserta itu, kata Kepala Disbudparpora Joko
Wiyono, juga bertujuan mencari bibit sebagai upaya regenerasi.
Sehingga, julukan Klaten sebagai gudang dalang dapat dipertahankan. "Untuk
pelestarian seni budaya warisan leluhur ini, kami rutin setiap tahun
menggelar festival dalang anak. Bahkan, pernah juga mengadakan festival
yang diikuti peserta dari Soloraya dan Daerah Istimewa Yogyakarta,"
imbuhnya.
Namun, festival kali ini hanya untuk anak-anak lokal
Klaten. Jumlah peserta 10 anak dengan usia 9-13 tahun. Para penampil
terbaik I, II, III, serta harapan I dan II mendapatkan piala, piagam,
dan uang pembinaan.
Kasie Bahasa Seni dan Budaya Sri Widaryanti mengatakan,festival dalang cilik ini diadakan untuk menggali pontesi kesenian dalang yang menjadi budaya leluhur, serta menggali bakat anak bangsa yang akan mewarisi budaya jawa yang akan datang.“ Ya, tujuan kita adalah mencari bakat pada anak, karena merekalah yang kelak akan mewarisi budaya leluhur kita,”ucapnya
Kasie Bahasa Seni dan Budaya Sri Widaryanti mengatakan,festival dalang cilik ini diadakan untuk menggali pontesi kesenian dalang yang menjadi budaya leluhur, serta menggali bakat anak bangsa yang akan mewarisi budaya jawa yang akan datang.“ Ya, tujuan kita adalah mencari bakat pada anak, karena merekalah yang kelak akan mewarisi budaya leluhur kita,”ucapnya
Dewan juri berasal dari ISI Solo, ISI Jogjakarta dan Pepadi (Persatuan Dalang
Seluruh Indonesia) yang ada di Klaten. Dari sepuluh dalang cilik diambil 5 (lima) pemenang, masing- peserta akan mendapatkan uang
pembinaan total Rp.12 juta yang dianggarkan dari APBD, jelas Sri Widaryanti.
Ada yang menarik dalam festival itu, seorang dalang cilik asal SD Klaten Tengah saat memainkan Punokawan Petruk, Gareng dan Bagong menyinggung Disbubparpora terkait pengadaan pentas seni yang hanya jangan difestival saja.
"Truk (Petruk) gelar wayang ini jangan hanya digelar dalam festival saja, tapi juga diadakan secara rutin. Agar generasi dalang ini bisa trus mengembangkan bakatnya. Kemudian disaut oleh Gareng, seharusnya begitu masak hanya festival saja," cetusnya dalam memainkan punokawan itu.
Nomer pentas 7 asal SD Kanisius Benediktus(9) dengan mengambil lakon narantoko, mengutarakan, mengikuti festival wayang merupakan menyalurkan bakat mewayang. Kata dia, menyenangi wayng sejak duduk dibangku TK, dan bakat yang dimilikinya, lamjut dia, keturunnya dari almarhum kakeknya dalang kodang diera 70an yakni Narto Sabdo.
"Saya ingin seperti kakek yang dulu pernah menjadi dalang kondang di Klaten dan sekitarnya. Saya pernah ikut lomba disejumlah tempat dan juga pernah mendapat juara favorit," terangnya.
OMAH WAYANG KLATEN
Saat
menyusuri jalan desa disambut hamparan sawah dan jajaran pohon pelindung
yang menjadi ciri khas suasana perdesaan ketika akhirnya disambut
sebuah gapura kayu menandai pintu masuk ke kompleks PKBM Dewi Fortuna.
Kompleks yang dibangun di atas tanah seluas lebih dari 800 meter
tersebut memiliki beberapa bangunan sederhana dan panggung pertunjukan
seni budaya.
PKBM Dewi
Fortuna yang beralamat di Jalan Arimbi, Jombor, Danguran, Klaten Selatan,
kini berkembang menjadi pusat studi budaya, pendidikan keaksaraan,
pembuatan wayang, penjualan cinderamata, pelatihan dalang, pelatihan
kesenian Kethopak, dan masih banyak kegiatan pendidikan bagi masyarakat.
Kehadiran
Dewi Fortuna lama-kelamaan dikenal masyarakat sekitar karena telah
menjadi kebutuhan, Banyak warga belajar yang datang dari kota-kota lain se-Jawa Tengah maupun dari
provinsi lain, bahkan ada pula yang berasal dari mancanegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar