
Bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila merupakan semangat dan tuntunan hidup manusia. Merah Putih melambangkan keseimbangan antara kerja keras dan relasi dengan Tuhan. Garuda Pancasila mengayomi dan menuntun manusia ke jalan yang benar.
Upacara pernikahan terbagi menjadi empat tahap,
yaitu serah-serahan, jamasan dan siraman, penyerahan pusaka, dan
larungan. Jamasan merupakan upacara penyucian kedua mempelai dengan
air kendi. Setelah itu, kendi dipecahkan sebagai simbol menyirnakan
kegelapan. Siraman merupakan pembersihan hati menggunakan air bunga
tujuh rupa. Setelah itu, rambut kedua mempelai dipotong sedikit dan
diletakkan di daun sirih bernama Suruh Wulung Temu Rose.
Ketika ritual selesai, hadirin berebut janur kembar mayang yang dirangkai dari aneka hasil bumi. Mereka percaya, jika memperoleh aneka hasil bumi itu pasti mendapat berkah. Upacara dilanjutkan di Sasana Hangudi Sembah Raosing Gesang. Di tempat yang berarti ucapan rasa syukur atas hidup, kedua pasangan memperoleh pusaka berupa keris, bendera Merah Putih, dan Garuda Pancasila.
Ketika ritual selesai, hadirin berebut janur kembar mayang yang dirangkai dari aneka hasil bumi. Mereka percaya, jika memperoleh aneka hasil bumi itu pasti mendapat berkah. Upacara dilanjutkan di Sasana Hangudi Sembah Raosing Gesang. Di tempat yang berarti ucapan rasa syukur atas hidup, kedua pasangan memperoleh pusaka berupa keris, bendera Merah Putih, dan Garuda Pancasila.
Mempelai
juga mendapat pusaka piyandel (kepercayaan kepada Tuhan), pangucap
(perkataan), dan pakarti (budi pekerti). Pusaka merupakan inti hidup
relasi manusia, khususnya suami-istri. Kedua mempelai harus merampungkan
upacara pernikahan di Pantai Parangkusumo, DI Yogyakarta. Mereka harus
melarung tumpeng krobyong atau nasi kuning berisi kuluban dan lauk-pauk,
serta suruh wulung temu rose yang berisi potongan rambut mereka.
Demikian rangkaian pernikahan
penganut Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa Kekadangan Wringin Seto yang
digelar di Wisma Pratama Kabupaten
Blora, pada acara Pembinaan Generasi Muda Penghayat se eks Karesidenan
Pati. Prosesi Pernikahan Penghayat Kepercayaan ini merupakan sebuah tampilan adat
dan tradisi pada acara yang difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika (DPPKKI) Kabupaten Blora.
Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 28 s/d 30 Oktober 2015 ini mengadirkan beberapa pembicara dari berbagai instansi. Diantaranya Dra, Sri Surami, M.Si. dari Badan Kesbangpol & Linmas Provinsi Jawa Tengah, Supriyono, MM. dari Dinakertransduk Provinsi Jawa Tengah, Dony Eko Cahyono, SH dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Tengah, Yulianingsih, SH. MH. dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Widodo, S. Pd. M.Pd. dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kab. Blora, dan Fathul Himam, S.Ag. M.Pd. dari Kementerian Agama Kab. Blora. Secara resmi acara ini dibuka oleh Kepala DPPKKI Kabupaten Blora Slamet Pamuji,SH. M.Hum.
Dilindungi Undang-Undang
Pemerintah Kabupaten Blora dan paguyuban penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkomitmen melestarikan pernikahan adat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah, pernikahan itu merupakan salah satu tradisi unik bangsa Indonesia yang melestarikan semangat kebangsaan.
Pencatatan pernikahan dan status penganut kepercayaan tersebut diatur dalam Pasal 61 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 (UU 23/2006) tentang Administrasi Kependudukan. Kemudian diperjelas lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 (PP 37/2007) tentang Pedoman Pelaksanaan UU Nomor 23/2006 Pasal 81, 82, dan 83.
Peraturan tersebut hanya berlaku pada paguyuban penganut kepercayaan yang telah terdaftar di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Di Blora, dari puluhan paguyuban penganut kepercayaan, yang terdaftar hanya 10 paguyuban. Selain itu, untuk melaksanakan pernikahan, paguyuban itu harus mempunyai pemuka penganut kepercayaan. Pemuka tersebut harus memiliki sertifikasi atau Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kepala Bidang Kebudayaan DPPKKI Kabupaten Blora Suntoyo mengemukakan bahwa pemerintah berkomitmen melestarikan pernikahan adat penganut kepercayaan. Adat pernikahan tersebut sangat unik dan kental dengan semangat kebangsaan.

Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 28 s/d 30 Oktober 2015 ini mengadirkan beberapa pembicara dari berbagai instansi. Diantaranya Dra, Sri Surami, M.Si. dari Badan Kesbangpol & Linmas Provinsi Jawa Tengah, Supriyono, MM. dari Dinakertransduk Provinsi Jawa Tengah, Dony Eko Cahyono, SH dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Tengah, Yulianingsih, SH. MH. dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Widodo, S. Pd. M.Pd. dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kab. Blora, dan Fathul Himam, S.Ag. M.Pd. dari Kementerian Agama Kab. Blora. Secara resmi acara ini dibuka oleh Kepala DPPKKI Kabupaten Blora Slamet Pamuji,SH. M.Hum.
Pemerintah Kabupaten Blora dan paguyuban penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkomitmen melestarikan pernikahan adat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah, pernikahan itu merupakan salah satu tradisi unik bangsa Indonesia yang melestarikan semangat kebangsaan.
Pencatatan pernikahan dan status penganut kepercayaan tersebut diatur dalam Pasal 61 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 (UU 23/2006) tentang Administrasi Kependudukan. Kemudian diperjelas lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 (PP 37/2007) tentang Pedoman Pelaksanaan UU Nomor 23/2006 Pasal 81, 82, dan 83.
Peraturan tersebut hanya berlaku pada paguyuban penganut kepercayaan yang telah terdaftar di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Di Blora, dari puluhan paguyuban penganut kepercayaan, yang terdaftar hanya 10 paguyuban. Selain itu, untuk melaksanakan pernikahan, paguyuban itu harus mempunyai pemuka penganut kepercayaan. Pemuka tersebut harus memiliki sertifikasi atau Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kepala Bidang Kebudayaan DPPKKI Kabupaten Blora Suntoyo mengemukakan bahwa pemerintah berkomitmen melestarikan pernikahan adat penganut kepercayaan. Adat pernikahan tersebut sangat unik dan kental dengan semangat kebangsaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar