Ribuan anggota Kekadangan Wringin Seto dari berbagai daerah di
Pulau Jawa hadir secara langsung untuk mengikuti serangkaian kegiatan untuk
menghormati para leluhur tanah jawa tersebut. Padepokan yang berada di atas
Bukit Sayuran dengan puncak Suroyudannya ini pun dipenuhi pengunjung dari
berbagai kota yang tidak ingin melewatkan event tahunan tersebut.
Suntoyo S.Kar Kepala Bidang Kebudayaan DPPKKI Blora menyatakan
bahwa tradisi suran yang dilaksanakan di padepokan Kekadangan Wringin Seto
merupakan agenda tahunan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa sekaligus melestarikan budaya leluhur yang secara turun temurun diajarkan
kepada anak cucu.
“Disini semua etnis dan agama boleh bergabung, tidak ada pembeda
diantara kita. Semua bersatu melestarikan kebudayaan leluhur jawa tepat di
bulan pertama tahun jawa yang disebut Suro,” jelasnya.
Usai didoakan, anak-anak dipersilahkan mengambil buah-buahan secara berebut. Sedangkan tumpeng dan ambeng lainnya dikirab dari padepokan menuju sanggar agung, tempat
meditasi yang berada di dalam goa. Ikut dikirab beberapa pusaka dengan
diterangi cahaya obor. Kental dengan tradisi jawa, para punggawa kirab pun
mengenakan pakaian adat jawa beskap lengkap dengan blangkonnya.
Pukul 9 malam acara dilanjutkan dengan pementasan
wayang kulit semalam suntuk oleh Ki Nuryanto dari sanggar seni Cahyo Sumirat Dukuh
Pangkat Desa Purwosari Kecamatan Blora Kota. Dengan membawakan lakon Semar
Gugah, dalang muda ini berhasil menghibur para pengunjung dan warga sekitar.
Bupati Blora Djoko Nugroho yang ikut
menyaksikan pagelaran wayang kulit ini pun didaulat untuk naik
panggung. Dengan kepiawaianya, beliau mengisi dagelan limbuk cangik saat pementasan wayang kulit
berkolaborasi dengan 5 pesinden asli Blora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar