Situasi
mental sosial-budaya bangsa yang cukup memprihatinkan yang terjadi saat ini
harus segera dicarikan jalan keluarnya dan harus ada langkah raksasa agar ada
kepedulian dari semua elemen bangsa untuk memelihara dan menjaga budaya
nusantara tidak sekedar parsial namun dalam scope nasional secara komprehensif. Perlu pula dilakukan semacam
revitalisasi budaya bangsa, khususnya budaya spiritual yang menjadi roh bangsa
Indonesia yang berkarakter (mempunyai jati diri), bermartabat dan terhormat.
Apa
pentingnya budaya ?
Budaya
merupakan seperangkat nilai yang tak bisa dianggap remeh. Karena kebudayaan
merupakan nilai-nilai luhur sebagai hasil adanya interaksi manusia dengan
lingkungan alam dan lingkungan sosialnya yang telah terbangun sejak ribuan
tahun silam. Nilai-nilai luhur yang telah menjiwai sebuah bangsa dan
masyarakat. Sehingga kebudayaan sangat mewarnai sekaligus memberi
karakter pada jiwa suatu bangsa (volkgeist).
Budaya menjadi cerminan nilai kejiwaan yang merasuk ke dalam setiap celah
kesadaran dan aktivitas hidup manusia atau. Oleh sebab itu, sistem budaya
sangat berpengaruh ke dalam pola pikir (mind-set)
setiap individu manusia.
Budaya berkonotasi positif sebagai buah dari budi daya manusia dalam menjalani kehidupan dan meretas kreatifitas hidup yang setinggi-tingginya. Maka budaya pun bisa dikatakan nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan suatu masyarakat atau bangsa yang lahir sebagai hikmah (implikasi positif) dari pengalaman hidup selama ribuan tahun lamanya. Adanya budaya juga membedakan mana binatang mana pula manusia. Manusia tidak disebut binatang karena pada dasarnya memiliki kebudayaan yang terangkum dalam sistem sosial, politik, ekonomi dan kesadaran spiritualnya. Setuju atau tidak setuju, kenyataannya budaya sangat erat kaitannya dengan moralitas suatu bangsa.
Lantas
seperti apakah karakter budaya kita bangsa Indonesia ? Bangsa yang tidak
berbudaya maksudnya untuk merujuk suatu bangsa yang sudah bobrok moralitas dan
hilang jati dirinya. Budaya kita telah lama mengalami stagnasi kalau tidak
boleh disebut kemunduran. Tanda-tandanya tampak terutama dalam pemujaan
berlebihan di kalangan masyarakat luas terhadap hal-hal yang bersifat fisik dan
material yang datangnya dari luar nusantara. Oleh karena itu, mutlak segera
dibahas dan dipecahkan bersama-sama. Kita perlu menyadari bahwa banyaknya
persoalan yang dihadapi bangsa ini sangat kompleks menyangkut kehidupan sosial,
ekonomi, politik dan lainnya. Namun harus digarisbawahi kalau bidang-bidang
tersebut sangat terkait dengan krisis yang berlaku di lapangan kebudayaan.
Budaya Spiritual ?
Kita
mengakui budaya spiritual warisan leluhur kita sangat adiluhung. Tata cara
pendekatan diri, penyembahan terhadap Tuhan yang merupakan peninggalan nenek
moyang nusantara telah ada dan berjalan jauh sebelum budaya spiritual (agama)
dari bangsa asing ini masuk ke wilayah nusantara. Namun kenapa perhatian semua
pihak terhadap budaya spiritual nusantara semakin lama semakin pudar? Perlahan
dan pasti suatu saat nanti bangsa ini pasti lupa akan budaya spiritualnya
sendiri. Situasi ini menunjukan betapa krisis budaya spiritual telah melanda
negeri ini. Kurangnya perhatian masyarakat kita untuk menguri-uri budaya spiritual, menunjukan minimnya pula kepedulian
atas masa depan budaya. Yang semestinya budaya senantiasa dilestarikan dan
diberdayakan. Muara dari kondisi di atas adalah bangkrutnya tatanan
moralitas bangsa. Kebangkrutan moralitas bangsa karena masyarakat telah
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa besar nusantara yang sesungguhnya
memiliki “software” canggih dan lebih dari sekedar “modern”. Itulah “neraka”
kehidupan yang sungguh nyata dihadapi oleh generasi penerus bangsa.
Kebangkrutan
moralitas bangsa dapat kita lihat dalam berbagai elemen kehidupan bangsa besar
ini. Rusak dan hilangnya jutaan hektar lahan hutan di berbagai belahan negeri
ini. Korupsi, kolusi, nepotisme, hukum yang bobrok dan pilih kasih. Pembunuhan,
perampokan, pencurian, pemerkosaan, asusila, penipuan dan sekian banyaknya tindak
kejahatan dan kriminal dilakukan oleh masyarakat maupun para pejabat. Bahkan
oleh para pemangku jabatan itu sendiri. Duduk
persoalannya, orang kurang memahami jika budaya bersentuhan langsung dengan sendi-sendi
kehidupan manusia disegala bidang dengan lingkungan alamnya dimana mereka hidup.
Yang
menjadi sebuah amanat konstitusi, teradang tidak direspon secara penuh oleh
pemerintah. Bangsa yang sudah merdeka 70 tahun ini masalah budaya
kepengurusannya “dititipkan” kepada institusi yang lain. Pada saat ini dititipkan
kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bahkan pada tingkat provinsi dan
kabupaten, Budaya berada dalam satu atap dengan Pariwisata, bahkan ada yang
dijadikan satu dengan Dinas Pemuda dan Olah raga. Dari titik ini saja telah ada
kejelasan, bagaimana penyelenggara negara menyikapi budaya nasional itu. Budaya
nasional hanya dijadikan pelengkap penderita saja, Yang seharusnya menjadi Kementerian/Dinas
tersendiri dalam struktur organisasi pemerintahan yang masih menganggap
Kebudayaan Nusantara yang menasional merupakan identitas dan lebih mengandung
unsur spiritual pembentukkan karakter pada suatu negara yang berdaulat dan
religius ini.
Banyak
peristiwa tragis yang berhubungan dengan budaya spiritual sehingga menjadi
martir kesadaran dan tanggungjawab yang ada di atas setiap pundak para generasi
bangsa yang masih mengakui kewarganegaraan Indonesia. Negara atau pemerintah
Indonesia semestinya berkomitmen untuk mengembangkan kebudayaan nasional
sekaligus melindungi aset-aset budaya bangsa, agar budaya Indonesia yang
dikenal sebagai budaya adi luhung, tidak tenggelam dalam arus materialistis dan
semangat hedonisme yang kini sedang melanda dunia secara global.
Sudah
saatnya negara meningkatkan strategi dan politik kebudayaan yang berorientasi pada
penguatan dan pengukuhan budaya sipiritual nusantara sebagai bagian dari
keyakinan dalam suatu negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai contoh
dalam hal pemenuhan hak sipil warga negara, meskipun aturan tentang hak-hak
sipil para pelaku budaya spiritual ini sudah ditetapkan dalam aturan
perundang-undangan sejak tahun 2006, namun betapa lamban sosialisasi pada
tingkat masyarakat paling bawah. Banyak kalangan generasi muda bahkan para
orang tua yang tidak mengerti tentang keberadaan para Pelaku Budaya Spiritual
atau yang biasa disebut sebagai Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan
YME.
Sebagai
bangsa yang merasa besar, kita harus meyakini bahwa para leluhur telah
mewariskan pusaka kepada bangsa ini dengan keanekaragaman budaya yang bernilai
tinggi. Warisan adi luhung itu tidak cukup bila hanya berhenti pada tontonan
dan hanya dianggap sebagai warisan yang teronggok dalam musium, dan buku buku
sejarah saja. Bangsa ini mestinya mempunyai kemampuan memberikan nilai nilai
budaya sebagai aset bangsa yang mesti terjaga kelestarian agar harkat martabat
sebagai bangsa yang berbudaya luhur tetap dapat dipertahankan sepanjang masa.
Dalam
situasi global, interaksi budaya lintas negara dengan mudah terjadi. Budaya
bangsa Indonesia dengan mudah dinikmati, dipelajari, dipertunjukan, dan
ditemukan di negara lain. Dengan demikian, maka proses lintas budaya dan silang
budaya yang terjadi harus dijaga agar tidak melarutkan nilai nilai luhur bangsa
Indonesia. Bangsa ini harus mengakui, selama ini pendidikan formal hanya
memberi ruang yang sangat sempit terhadap pengenalan budaya, baik budaya lokal
maupun nasional.
Budaya
sebagai materi pendidikan baru taraf kognitif, peserta didik diajari nama-nama
budaya nasional, lokal, bentuk tarian, nyanyian daerah, upacara tradisi dari berbagai
adat di berbagai daerah, tanpa memahami makna budaya itu secara utuh. Sudah
saatnya, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya diberi ruang dan waktu
serta sarana untuk berpartisipasi dalam pelestarian, dan pengembangan budaya khusus
budaya spiritual. Sehingga nilai-nilai budaya spiritual tidak hanya dipahami
sebagai tontonan dalam berbagai festival budaya, acara seremonial, tontonan
dalam media elektronik dan bahkan lebih parah lagi menjadi sebuah cemoohan bagi
beberapa oknum baik sendiri maupun berkelompok dengan menganggap budaya
spiritual asli nusantara sebagai kegiatan yang berbau animisme dan dinamisme.
Lebih menyedihkan lagi dengan menggunakan beberapa istilah asing yang berbau
diskriminatif diantaranya kafir, musryik, bit’ah, haram, dan lainnya.
Masyarakat,
sesungguhnya adalah pemilik budaya itu. Masyarakatlah yang lebih memahami
bagaimana mempertahankan dan melestarikan budayanya. Sehingga budaya akan
menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pemeliharaan budaya
oleh masyarakat, maka klaim-klaim oleh negara lain dengan mudah akan
terpatahkan. Filter terhadap budaya asing pun juga dengan aman bisa dilakukan.
Pada gilirannya krisis moral pun akan terhindarkan. Sudah saatnya, pemerintah
pusat dan daerah secara terbuka memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam
upaya penguatan budaya spiritual sebagai bagian budaya nasional.
Dengan
dasar pemikiran tersebut, kami mengajak semua elemen khususnya generasi muda
harapan bangsa untuk :
- Ikut Serta Memelihara Warisan Budaya Bangsa Nasional (National Heritage) sebagai pendukung dan sarana dalam Pelaksanaan Budaya Spiritual.
- Memberikan Masukkan Kepada Pemerintah Untuk Serius Memperhatikan Pembangunan Budaya Spiritual Dan Mensosialisasikannya Melalui Instansi Terkait Serta Mendorong Mengeluarkan Kebijakan Yang Mendukung Lestarinya Nilai-Nilai Budaya Spiritual
- Menyaring Budaya Asing yang Masuk Melalui Aktualisasi Budaya Spritual Asli Nusantara.
- Menggalang Semua Potensi Budaya Spiritual Yang Ada Melalui “Manajemen Budaya” Tata Kelola Kebudayaan yang Baik dan Benar (Good Cultural Management/ Good Cultural Governance).
- Bertingkah Laku Sebagai Generasi Muda yang Berbudaya Spiritual sebagai Dasar Pembentukkan Karakter yang Berwawasan Nusantara.
- Melaksanakan Jiwa Nusantara yang merupakan warisan para Leluhur Nusantara dalam kehidupan sehari-hari sebagai Laku Luhur Budaya Spiritual, antara lain sbb :
- Bersujud Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Berbudi pekerti luhur.
- Saling menghormati
- Rela berkorban.
- Gotong Royong.
- Bangga sebagai bangsa Indonesia.
- Bersatu
----------------------------------------------------------------------------------------
Oleh : Bambang Permadi, AAN, S.Kom
Disampaikan dalam :
Disampaikan dalam :
SARASEHAN BUDAYA SPIRITUAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Implementasi Ajaran Budaya Spiritual Dalam Membangun Mental Generasi Muda
Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta
Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta
Hotel Pandanaran, Jl. Prawirotaman No. 38, Yogyakarta, 20
Agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar